TARIAN GANJAR GANJUR
A.
Filosofi
Tarian Ganjar Ganjur
Keraton
Kutai Kartanegara memiliki sejumlah tari sakral yang hanya dibawakan pada
kesempatan-kesempatan khusus. Salah satu di antaranya adalah tari ganjur atau
disebut juga tari ganjar ganjur. Tari Ganjar Ganjur unu merupakan akulturasi
kebudayaan Kutai-Jawa yang berbaur sejak berinteraksinya Kerajaan Kutai
Kertanegara dengan Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Maharaja Sultan
(1370-1420 M). Lewat interaksi tersebut , kebudayaan dari Kerajaan Majapahit
masuk dan berbaur dengan kebudayaan Kutai. Salah satu hasil akulturasi
kebudayaan tersebut adalah Tari Ganjur.
Tarian
ini adalah tarian tradisi asli Kutai Kartanegara yang biasanya ditarikan hanya
pada upacara-upacara besar yang dilaksanakan oleh kerabat seperti : Upacara Penyambutan
Tamu-Tamu Agung. Upacara Adat ERAU, Upacara Adat Penambalan Sultan Kutai
Kartanegara dan lain-lain.
Selain
pada Festival Erau, tari ini juga dapat ditemukan dalam seremoni penyambutan
tamu agung, upacara penobatan Sultan Kutai, dan acara sakral lainnya.
Tari
Ganjur merupakan tarian pria istana yang ditarikan secara berpasangan dengan
menggunakan alat yang bernama Ganjur (gada yang terbuat dari kain dan memiliki
tangkai untuk memegang).
Tarian
ini diberikan oleh penari pria yang disebut “ Beganjar” dan penari wanita yang
disebut “Beganjur”.
B.
Tentang
Tarian Ganjar Ganjur
Tari
ganjur yang dibawakan dalam upacara bepelas memiliki pakem tersendiri. Tari ini
didahului pembacaan mantra (memang) oleh dewa (wanita pengabdi ritual), yang
bertujuan menghadirkan Sangiyang Sri Gamboh dan Pangeran Sri Ganjur, roh yang
menjaga Sangkoh Piatu (Tiang Ayu). Setelahnya, diletakkan empat buah ikat
kepala dan empat buah ganjur dalam dua baki besar. Empat pria lalu muncul dan
mengenakan ikat kepala tadi setelah sebelumnya menghaturkan sembah hormat kepada
Sangkoh Piatu dan Sultan.
Keempat
penari tersebut kemudian menempati empat sudut mengelilingi Sangkoh Piatu.
Seiring munculnya irama ganjur dari gamelan dan gendang, tari ini pun mulai
dibawakan. Berpasangan di sisi kanan dan kiri dari Sangkoh Piatu, penari
bergerak dalam arah yang berlawanan hingga tari berjalan satu putaran.
Selanjutnya, dihadirkan dua orang tamu undangan untuk menggantikan dua orang
penari sebagai bentuk penghormatan. Setelah sesi tersebut, tari ganjur
dibawakan kembali oleh seorang pria dengan diiringi tujuh orang dewa yang
menari menggunakan kipas. Prosesi tersebut diikuti dengan dilakukannya prosesi
bepelas oleh Sultan atau Putra Mahkota.
C.
Gerakan
Tarian
Dikarenakan
tarian ini merupakan tarian kebangsawanan tidak lain dan tidak bukan tarian ini
banyak sekali mendapat pengaruh yang cukup besar dari unsur-unsur gerak tari
dari Jawa yang merupakan daerah Kesultanan/ Kebangsawanan juga (Yogyakarta dan
Solo)
D.
Pakaian
yang Digunakan
Tari
ganjur dibawakan dengan tata busana yang khas, kecuali pada upacara bepelas
dalam Festival Erau. Kostum yang digunakan oleh penari pria disebut “Miskat”
untuk bagian atas (baju) dan “Dodot” untuk bagian bawah (celana). Sedangkan
untuk penari wanita menggunakan pakaian “Ta’wo” untuk bagian atas (baju) dan
“Tapik” untuk bagian bawah(celana).
Tari
ganjur dibawakan oleh pria dan wanita dari kalangan dalam Keraton Kutai. Tari
ini dicirikan dengan sejenis gada kayu berlapis kain yang disebut ganjur.
Ganjur tersebut dimainkan oleh dua pria secara berpasangan, dengan gerakan
seolah-olah seperti akan saling menyerang. Selain ganjur, digunakan pula kipas
sebagai perlengkapan bagi wanita penari.
E.
Musik/Irama
Musik
pengiring tari Ganjar Ganjar adalah musik gamelan yang terdiri dari “Bonang”
sebagai alat melodi dan gendang untuk pengiring, “Demung”, “Saron”, “Gender”,
dan “Kendang”
Irama
musik ini hampir sama dengan tarian-tarian dari kebangsawanan di Jawa, maka
alat musik yang digunakan pun hampir sama.
F.
Hubungan
Tarian dengan Letak Geografis
Hampir dapat dikatakan tarian ini tidak ada
hubungannya dengan letak geografis di Kalimantan Timur, dikarenakan tarian ini
merupakan hasil akulturasi dari Kerajaan Kutai Kertanegara dengan Kerajaan
Majapahit.








0 komentar:
Post a Comment